August 26, 2015

Dari Beijing ke Ulaanbaatar

Perjalanan menuju Mongolia dari Beijing kami tempuh melalui jalur darat dengan cara yang paling murah, pastinya! Alternatif lain bisa dengan naik pesawat (MIAT, Air China) Beijing - Ulaanbaatar (UB) selama dua jam tapi harus siap ngeluarin uang sekitar 3.5 jt >.< atau naik kereta direct Beijing - UB harganya sekitar 2.3 juta, berangkat jam 11 siang dari Beijing tiba di UB jam 9 pagi keesokan harinya. Nah.... kalo ngeteng biayanya nggak sampe 1 juta tapi waktunya 3 hari 2 malam baru sampe UB hehehehe. Kalo emang niat ke Mongolia pake cara yang terakhir ini siapkanlah waktu minimal 3 hari. Perjalanan mungkin akan lama tapi, percayalah, the journey is indeed will spoil your eyes. Plus aga2 berbau petualangan sikit lah.

Beijing - Erlian 
Perjalanan menggunakan bus sleeper kurang lebih 12 jam (overnight), harga tiket 220 Yuan. Bus berangkat sekitar jam 7 malam tiba di Erlian jam 8 pagi. Bisa juga sih naik kereta sekitar tapi karena nggak kita pake jadi kurang tau banyak. 
Erlian - kota perbatasan menuju ke Mongolia 
Lintas Negara (Erlian - Zamyn Uud)
Untuk ngelewatin imigrasi Cina dan Mongolia, diharuskan untuk naik kendaraan. Sebenarnya jalan kaki bisa banget, kaya di perbatasan Kamboja - Thailand, tapi nggak diijinin sama pihak otoritas. Pas kita lagi lewatin gerbang imigrasi China, ada satu bule nekat jalan kaki hasilnya di-stop sama keamanan. Entah apa yg terjadi sama dia :D.
Pelangi di ujung itu Imigrasi China menuju Mongolia
Banyak banget kendaraan yang bisa disewa disekitaran perbatasan. Harganya juga variasi sih dari mulai 50 - 100 yuan/orang, tergantung nego. Mobilnya pun juga banyak jenisnya, dari mulai sedan, van sampai jeep bapuk macam yang kami naikin. Kebetulan barengan kami ada Softa, cewe asli orang Mongol. Dia barengan kita naik bus yang sama dari Beijing ke Erlian. Disarankan sih untuk mencari teman buat sharing sewa kendaraan biar lebih murah sih. 
penampakan jeep sewaan yang kami naikin
Zamyn Uud - Ulaanbaatar
Setelah lewat imigrasi China kemudian Mongolia, perjalanan lanjut lagi naik kendaraan menuju Zamyn Uud. Sampai di Zamyn Uud langsung ke gedung stasiun untuk beli tiket kereta Zamyn Uud - UB. Harganya MNT 35.000 untuk kelas soft sleeper train. Kereta berangkat jam 6 sore dan tiba di UB jam 8 pagi keesokan harinya. Karena kami berempat, jadinya dapat satu kompartemen. Softa teman kami sudah pergi duluan ke UB jadi nggak barengan lagi. 
tiba di Zamyn Uud dan disambut badai pasir yang dingin brrrr...
Kereta Mongolia itu kereta jadul, beda banget sama sleeper train di Cina. Nggak ada AC dan emang nggak perlu AC juga sih.Walaupun summer udaranya lumayan dingin kalau malam hari. Udah gitu pemanas airnya masih pake kayu bakar hehehhe. Penerangan juga minimalis banget dan kalo mau charger gadget nggak bisa di dalam kompartemen. Jangan lupa beli noodle cup dan air minum di supermarket sekitar biar lebih hemat. Sebenernya ada sih yang jualan di atas kereta, tapi kurang tau juga harganya berapa.

Jadi total biaya transporatasi dari Beijing sampai ke Ulaanbaatar itu
Beijing - Erlian = Yuan 220 = Rp 468.600 
Mobil nyebrang border = Yuan 60 = Rp 127.800
Train Soft Sleeper Zamyn Uud - UB = MNT 35.000 = 245.000
Total 841.400. Murah kaaann!!! :D, dibanding naik pesawat atau kereta langsung loh!
Harga diatas nggak termasuk visa ya. Kalau untuk Visa Mongolia bisa dibaca disini 

Pemandangan sepanjang perjalanan Zamyn Uud - Ulaanbaatar

August 24, 2015

Tiada hari tanpa daging kambing di Mongolia

Biasanya kalo hobi jalan-jalan (traveler, tourist or whatever you named it) ada beberapa orang yang akan mencari dan mencoba-coba makanan lokal di daerah/negara tersebut. Gue bukan pejalan yang seperti itu sih. I'm not a foodie. Jadi buat gue kalo lagi di dalam perjalanan, makan adalah sebuah kewajiban untuk sekedar mengisi perut dan penambah tenaga. Bukan yang harus mati-matian untuk mencari makanan asli daerah itu. Sebenernya lebih mencari aman sih.
Porsi besar : daging kambing + pasta, roti, nasi + sayur :D

Mutton oh mutton 
Buat gue yang kagak doyan makan daging kambing (mutton), tujuh hari di Mongolia itu adalah sebuah penyiksaan *lebay*. Bukan karena takut kolesterol naik tapi emang nggak suka aja sama baunya daging kambing. Hari pertama makan siang disuguhin daging kambing tumis pake 3 karbo; nasi, makaroni dan roti. Sayurnya dikit, cuma timun dan wortel di iris tipis2. Gue masih memaksakan diri untuk makan, karena tau there is no other option for me. Eat or not eat, kenyang atau kelaparan.

atas kiri : sup kambing + mie, atas kanan: sarapan salad buah + telur (no mutton, YEAY!!)
bawah kiri: tumis daging kambing dengan paprika (makannya pake nasi), bawah kanan: Buuz
Khuushuur
Makan malam pertama, Buuz atau dumpling with mutton filling. Please, don't get me wrong, makanan Mongolia itu enak. Bumbunya tidak se tawar kalau lagi makan di Cina. Cuma mungkin karena gue ga suka kambing jadinya yaa... nggak ke makan juga tuh dumpling. Alhasil cuma makan kulitnya aja. Sementara daging kambingnya cuma diicip sedikit. Sisanya kasih ke teman yang bersedia menampung hehehe. Keesokan paginya, sarapan dikasih roti + selai + butter, dan omelet with mutton sausage. Another mutton hahahahaha. Omeletnya gue embat sosinya gue singkirin. Selebihnya bisa ditebak sendiri, tiada hari tanpa daging kambing sampai hari terakhir ikutan tour. Dari pagi, siang sampai malam tiap hari pasti akan ada menu daging kambing. Dibuat soup, dibuat campuran untuk mie goreng atau pastel dll. Gue yakin banget buat kalian para penggemar daging kambing, pasti akan menganggap Mongolia sebagai surga. Cuma satu makanan Mongolia yang bisa gue  makan sampai habis. Namanya Khuushuur. Semacam pastel yang isinya daging kambing. Dimakannya yang pasti pake saos sambal dari Indonesia, biar nggak terlalu berasa daging kambingnya sih.

Sempat dikasih menu yang beda, waktu makan pagi dikasih menu nasi dicampur sama ikan kalengan, Duh, rasanya surga banget. Bahagia banget bisa makan ikan pada saat itu. Mongolia itu nggak punya hasil laut, karena memang nggak punya laut sih. Jadi produk ikannya paling hanya yang kalengan. Kalau daging ayam juga jarang banget, termasuk gue jarang lihat ayam di daerah luar Ulanbaatar. Sekalinya makan ayam itu cuma di malam terakhir di Mongolia, itupun di restoran di Ulaanbaatar. Daging sapi sih katanya cuma ada pada saat winter. Untungnya selama di Mongolia sempat bawa makanan dari Indonesia, kayak abon dan tempe orek, jadi masih ketolong lah yaaa.
akhirnya makan ayam :D
Bersukurlah kita orang Indonesia yang makanannya beragam, bisa dimakan kapan saja tanpa memandang musim. And I really mean it! Like really :D.

Note:
Foto dibawah ini susu sapi yang sudah dimasak terus didinginin. Bagian atasnya yang sudah mengental diambil untuk olesan roti. Sumprit enak banget *gleg*



August 4, 2015

Horornya toilet di Cina dan Mongolia

Toilet di Cina.
Sudah beberapa kali gue dengar cerita tentang toilet di Cina dari teman-teman yang sudah pergi ke negaranya Uncle Mao. Dari yang mulai jijik, sumpah serapah sampai kapok dan ogah untuk datang lagi ke negeri itu karena ya toilet-nya yang super mengerikan. Masih belum kebayang sih sebenernya kayak apaan tuh toilet. Kalau masalah bau sih, ya udah lah yaaaa, toilet di terminal di Indonesia juga bau gitu deh. Ketika akhirnya gue pergi kesana tepatnya ke Xi'an dan Beijing, dari Jakarta gue sudah mempersiapkan diri dengan segala macam tisue kering dan basah yang lebih banyak dari biasanya. Karena aga parno dengan toiletnya, jadinya gue lebih banyak nahan pipis dan ogah minum (please don't do this) waktu di China. Kalau nggak kebelet banget pasti gue akan tahan sampai di penginapan. Sebelum keluar dari penginapan pun gue 'memaksa' diri untuk mengeluarkan semua sisa-sisa makanan hehehehe. Di Xi'an dan Beijing gue ga banyak ngalamin toilet yang buruk. Di Great Wall China - Mutianyu pun toiletnya bersih nggak jorok seperti yang dibilang teman-teman. Mungkin karena kota besar dan tempat wisata makanya kebersihan toiletnya dijaga banget. Toilet di kereta sleeper pun juga bersih dan nggak horor.

Pengalaman horor justru kejadian waktu perjalanan dari Beijing ke Erlian (kota perbatasan). Sleeper yang kita naikin toiletnya nggak bisa dipakai entah kenapa. Dan sebagaimana layaknya bus pasti akan berhenti dan istirahat untuk makan. Jadilah bus kita berenti di daerah entah apa namanya untuk makan malam dan hal pertama yang gue lakukan adalah ke toilet. JENG JENG.... begitu buka pintu bus yang kecium adalah bau pesing yang sungguh amat semerbak. Belum sampe depan gedung toilet gue udah liat ibu-ibu selorotin celananya dan kencing disamping gedung toilet. Makin deg-degan. Akhirnya dengan keberanian membara gue pun masuk dan sudah dipastikan baunya nggak terkira. Sampah dimana-mana dan dinding bilik toilet cuma 1 meter aja tingginya dan nggak ada pintu. Tanpa liat  kiri kanan lagi gue cuma cari toilet yang "aga bersih" dan cepet2 menyelesaikan urusan. Sambil tahan napas akhirnya sukses keluar tanpa pingsan. Toilet ke dua yang gue datengin di Cina ketika hampir sampe di Erlian juga nggak lebih baik sih. Hanya gedung tak berpintu, toiletnya pun nggak ada biliknya cuma dua lubang aja dan sampah tisue dimana-mana.

Toilet di Mongolia

Trauma dengan toilet di Cina dan toilet selama perjalanan di Mongolia jadinya ketemu toilet flush itu rasanya bahagia banget. Apalagi ini adalah toilet tempat kita akan tinggal satu malam. Plus ada kamar mandinya juga. Maklum sudah tiga hari kita nggak mandi selama perjalanan dari Beijing ke Kharkhorin heheheh. Itupun mandi harus bayar 3000 tugruk (Rp 21.000). Kalau mandi dekat Mini Gobi malah lebih mahal sekitar 10.000 tugruk (Rp 70.000) Selama di Mongolia kami tinggal di Ger. Ada yang tourists ger ada juga yang Ger-nya asli Nomad Family. Kalau beruntung bisa dapat tourist ger yang ada toilet flushnya dan kamar mandi walaupun harus bayar. Sepertinya mandi itu barang mewah di Mongolia karena air nggak banyak dan mungkin juga karena udara dingin.

Kalau tinggal di Ger milik Nomadic Family sudah dipastikan toiletnya kaya gambar disamping ini. Cuma ada tiga dinding dan nggak ada pintu. Satu lobang besar dengan dua balok kayu buat pijakan kaki. Dan pastinya nggak ada air. Gue bilangnya "toilet with a view" karena emang sambil kita nongkrong view di depan kita bagus banget hehehehe. Dan mungkin karena udara terbuka dan hawanya dingin bau pesing malah nggak kecium sama sekali. Tapi tetep donk gue nggak berani sama sekali untuk liat ke lobang, Hiiiyyyy.

Saking traumanya dengan toilet selama di Mongolia, kalo sedang dalam perjalanan, gue lebih memilih pipis di pinggir jalan di balik semak daripada harus mampir ke toilet yang horor ituh. Awalnya si agak malu2 tapi lama-lama kebal juga karena yang kaya gini udah lumrah, Banyak banget  gue liat orang berenti pinggir jalan untuk pipis hehehehe.

Emang harus kuat mental sih kalau berhubungan dengan urusan ke belakang ini. Kalau orangnya jijik-an alamat yu dadah babay hahahahah.