October 21, 2013

Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk

Kalau bosen dengan tempat wisata Jakarta yang itu-itu aja, cobain datang ke Taman Wisata Alam Angke Kapuk. Buat kalian yang suka berinteraksi dengan alam mungkin ini salah satu pilihan yang OK buat didatengin. Karena gue sendiri suka dengan konsepnya.

Entrance tiket TWA ini adalah Rp 10.000/orang (murah yak) daaaann ditanyain bawa kamera atau nggak. Gue sih ngakunya ga bawa padahal tersimpan dengan manis di dalam tas :D. Bukannya ga boleh bawa kamera tapi akan dikenakan biaya sebesar Rp 1.000.000/ 7 orang!!! MAHALLLL... emang iya. Kenapa mereka charge mahal, karena tempat ini banyak dipakai untuk tempat photo pre-wedding. Jadi makin penasaranlah gue secakep apa sih tempat ini. Selain itu karena alasan itu sang pengelola juga menginginkan agar pengunjung yang datang banyak belajar dari sini bukan hanya sekedar fot-foto ajah.. gitchuuuu! Tapi menurut Budi kalo kamera poket doank boleh, ga tau bener atau kaga gue sendiri selama disana sembunyi-sembunyi fotonya xixixixix. Can't resist myself to take photos of this place >.<
bird view Taman Wisata Alam Angke Kapuk
Masuk ke kawasan ini kami disambut oleh hijau dan lebatnya hutan mangrove di kiri dan kanan jalan. Ada beberapa rumah kayu yang diperuntukkan untuk pengunjung jika ingin menginap. Beberapa bagian di TWA ini sedang di perbaiki dan beberapa juga dibangun. Ada sebuah rumah kayu yang cukup luas yang menurut Budi untuk tempat resepsi pernikahan. Lucu juga heheheh. Kemudian kami naik ke sebuah menara dimana kami bisa melihat landscape dari TWA ini. Disini kami mengeluarkan kamera kami dan memuaskan diri untuk foto2 hahahahaha. Dari Menara ini bisa terlihat pesawat yang take off dan landing di Soeta. Tak jauh bisa kelihatan Teluk Jakarta dan reklamasi yang sedang dilakukan oleh Pemda DKI.

Puas melihat-lihat dari atas kami pun turun untuk kemudian lanjut menyusuri jalan setapak dari kayu yang dibuat di atas air. Jalan ini juga digunakan untuk jalur bersepeda. Jalur ini rindang oleh pohon2 mangrove yang lebat di kiri dan kanan jalan. Kemudian kami mampir ke menara Bird Watching yang kirain cuma basa basi doank tapi ternyata emang beneranbanyak banget burung yang seliweran terbang kesana dan kemari. Ada yang putih, hitan.. ga tau apa nama burungnya yang pasti gue cukup terpesona dengan alam di sekitar. Turun dari menara gue sempet liat ular di dalam air rawa yang lagi berdiri entah ngapain yang pasti antara kagum dan takut. Kagum karena banyak juga satwa yang hidup dengan bebasnya di tempat ini. Takut karena ngeri tuh ular trus nyamperin gue yang lagi liatin dia ..... >.<
birds








Kami pun lanjut nyusurin jalan setapak kemudian ke arah jembatan. Dari jembatan ini bisa terlihat jalan tol menuju arah bandara yang sangat ramai. Walaupun kiri dan kanan hijau tapi polusi suara tidak bisa dihindari karena jaraknya masih cukup dekat dengan jalan tol dan juga suara pesawat yang sedang terbang di atas TWA ini cukup terdengar. Anyway buat gue suasana ini sudah cukup menyenangkan sih. Dengan udara yang segar dari pohon mangrove. Walapun airnya hijau *khas hutan mangrove* tapi tidak ada sampah alias bersih. Keliatan banget kalau tempat ini memang di kelola dengan baik.



Puas keliling foto dan melihat-lihat setelah Fajar dan Budi solat (masjidnya cantik!!!!) kami lanjut untuk melihat-lihat penginapan kemudian menuju ke arah laut. Sayangnya hari sudah gelap dan kami tidak  bisa berlama-lama disana disamping juga nyamuknya yang mulai mengganas. Mungkin lain waktu gue akan datang lagi ke tempat ini ;).

Oh iya, kalo mau datang ke tempat ini jangan lupa bawa mosquito repellent. Suwerrr nyamuknya ganas ganas. Namanya juga hutan yak.. what do you expect. Trus pake alas kaki yang nyaman dan flat karena permukaan jalan setapak terbuat dari potongan kayu jadi nggak rata gitu deh. Gue aja yg pake sneakers berasa capek banget ...
Mangrove Plantation
Information:
Entrance Ticket:
Domestic : Rp 10.000/pax
Foreigner : Rp 23.000/pax
Car : Rp 5.000/car
Bus : Rp 25.000/bus

Activities:
Camping
Nature Tourism
Mangrove Plantation
Canoeing ; Rp 50.000/canoe
Boat : Rp 50.000/boat -- row your own boat
Speed boat : Rp 200.000/boat -- for 6 person -- 40 minutes

How to get there by public transportation:
Busway TransJakarta heading Mall Pluit Village.
Take taxi to TWA Angke Rp 35.000 if you go 3 - 4 people. Or take angkot heading to Muara Angke/Karang stop at PIK intersection and then continue with red angkot to PIK and stop at Yayasan Buddha Tsu Chi. TWA is located behind the Buddha Tsu Chi Building. You just need to walk around 200 meters

October 10, 2013

yang gue lihat di Brunei .....

Emangnya ada apa di Brunei? Ini adalah pertanyaan yang muncul begitu gue bilang kalo gue baru balik dari Brunei. Sebenernya pertanyaan ini juga yang ada dipikiran gue sebelum gue bertandang ke negara yang kecil tapi sangat berlimpah dengan minyak bumi ini. Jadi ketika gue mendapat tiket murah Manila - Jakarta, gue memutuskan untuk menggandeng negara kaya ini sekalian.

Seperti biasanya sebelum pergi ke suatu tempat gue mengharuskan diri sendiri untuk 'survey' melalui bacaan-bacaan yang ada di website. Dari situ gw baru tau kalau Dolar Brunei dan Dolar Singapore adalah sama alias 1 : 1. Jadi kalau ke Brunei cukup bawa Sing Dolar karena mereka terima mata uang ini. Mungkin kalau koin kayanya mereka tidak akan terima.

Gue hanya punya satu malam atau kurang lebih 36 jam di Brunei. So.... this is what I see in Brunei....

Pesawat yang gue tumpangi mendarat mulus di sore hari setelah delay 30 menit. Selesai dengan urusan imigrasi dan ngisi declaration form gue langsung menemui Rifnas, anak couchsurfing yang gue hubungi seminggu sebelum gue berangkat, yang datang untuk menjemput gue. Lumayan banget nih bisa ngurangin budget hehehehe. Kemudian kami lanjut menuju pusat kota Bandar Seri Begawan yang jaraknya hanya sekitar 20 menitan saja. Sore itu kota Bandar sedikit ramai karena jam pulang kantor.

Penginapan
Gue di drop di KS Soon Rest House tempat gue akan bermalam. Cuma ini satu-satunya tempat yang cukup murah. Tadinya gue mau stay Youth Center (Pusat belia), sayangnya tempat ini lagi tutup untuk renovasi. Untuk sebuah kamar seharga BND 35.00, penginapan ini sangat mahal! Kalau di Jakarta dengan harga segitu kita sudah bisa dapat kamar hotel bintang 2 - 3. Nah yang satu ini harusnya dihargain sekitar 100rb - 150 ribu. The good thing about this place is, lokasinya sangat strategis karena kemana-mana dekat dan juga dekat dengan terminal bus. Walaupun kecewa apa boleh buat cuma tempat ini satu-satunya yang affordable untuk ditempati... and the show must go on.
KH Soon Rest House
Waterfront Sungai Brunei
Setelah beristirahat sebentar di hostel gue langsung menuju ke arah Sungai Brunei. Dari hostel jalan kaki cuma sekitar 5 menit melewati kotak-kotak bangunan perkantoran dan terlihatlah sungai Brunei yang lebar dengan air berwarna kecoklatan. Deretan rumah-rumah terlihat dari waterfront tempat gue berdiri. Kapal-kapal bermotor kecil berlalu lalang mengantar penumpang. Sesekali supir kapal berhenti mendekati gue yang sedang berdiri dipinggir sungai sambil menawarkan trip ke Kampong Ayer.
Waterfront Brunei River
Kalau liat dari prasasti yang ada waterfront ini (mungkin) baru saja di bangun atau direnovasi kali ya. Karena semuanya tampak seperti fresh dan bersiiiiih banget dan sepi. Kayanya turis cuma gue aja yang kurang kerjaan moto-moto ahahahaha. Beberapa orang tampak santai duduk di depan cafe sambil nikmatin angin sepoi-sepoi. Tanpa tujuan pasti, gue jalan tak tentu arah sambil liat-liat. Dua gedung tampak berdiri dan sepertinya mall yang juga sepi. Beda banget sama mall di Jakarta yang gedungnya bagus dan sangat mewah. Yayasan Shopping Mall (nama mall-nya) ini shopping mall paling besar di Brunei dan posisinya persis banget di pinggir sungai Brunei dan berhadapan dengan Masjid Omar Ali Saifuddien. Gue sendiri ga minat untuk  masuk kedalam. Mall udah banyak di Jakarta heheheh.

Masjid Omar Ali Saifuddien
Sambil melewati Yayasan, jalan kaki gue lanjut ke ke Masjid di depan mall yang berdiri megah. Waktu sudah sore, tapi gue masih bisa masuk ke dalam halaman masjid. Sayangnya karena sudah hampir waktu sholat, non muslim tidak diperkenankan masuk jadi gue harus puas dengan berkeliling masjid ajah. Masjid ini lokasi di tengah-tengah kota. Jadi kemana saja mata memandang pasti masjid dengan kubah emas ini akan terlihat. Beruntung juga sih gue datang pada waktu maghrib karena cahaya lampu dari masjid makin menambah cantik masjid ini.
Brunei's landmark
Masjid ini dibangun tahun 1958 oleh Sultan ke 28 ayah dari Sultan Bolkiah. Masjidnya indah banget. Disamping masjid ada laguna yang dibuat persis disamping Sungai Brunei dan jembatan penghubung yang menghubungkan masjid dengan Kampong Ayer. Perahu buatan yang ada di tengah-tengah laguna dibuat untuk memperingati 1400 tahun Nuzulul Quran.

Didepan masjid ada taman dan lapangan yang luas yang biasa dipakai untuk hari-hari nasional Brunei atau juga ulang tahun Sultan. Pas kebetulan gue di tempat ini hari Rabu dan hari Minggunya akan ada perayaan Ulang Tahun Sultan Bolkiah yang ke 68. Pantes dimana-mana banyak banget panduk ucapan selamat ultah buat Sultan. Dan sangat disayangkan gue ga bisa ikutan acara pas hari Minggunya.Sebenernya ultah Sultan itu tanggal 15 Juli tapi karena saat itu sedang bulan puasa jadinya perayaannya diundur jadi tanggal 29 September... errrr aga jauh yak :D.
Ucapan selamat Ulang Tahun buat Sultan
Clock Tower where all distances in Brunei calculated from this point.
Anyway.. di sekitar taman ini pulalah gue bisa memuaskan apetite gue akan makanan lokal Brunei yang sebenernya ga beda-beda jauh banget sama makanan Indonesia. Di sekitar lapangan ini ada semacam night market yang menjual bermacam-macam makanan. Dan yang paling sungguh amat sangat penting adalah makanannya murahhh. Cukup dengan 1 dolar Brunei saja gue sudah bisa makan nasi Katok. Apa itu Nasi Katok? Nasi Katok itu sebenernya kaya nasi pecel ayam sih yang beda adalah sambalnya aja sih. Sambalnya manis dan ga ada rasa pedasnya hehehehe.

Puas makan sambil ngeliatin kampong ayer di malam hari gue balik ke penginapan. Yahh.. berhubung di Brunei nggak terlalu banyak kehidupan malam dan gue sudah capek berjalan juga sih :D.

Serba 1 dolar
Tamu Kianggeh (Kianggeh Market)
Hari ini gue memutuskan untuk kembali berjalan kaki.. yaeyalahhhh secara yeee, emang kecil banget nih kota. Kebetulan di dalam kamar yg gue tempatin ada majalah yang salah satu halamannya peta untuk menjelajah kota Bandar. Jadi pagi ini gue memutuskan untuk menuju Kianggeh market yang posisinya cuam disamping gedung tempat penginapan gue berada dan hanya dipisah oleh jalan raya yang tidak ramai dan juga sungai Kianggeh yang bersih.

Liong Dance
Ga jauh dari Pasar Kianggeh ada Chinese Temple yang sedang mengadakan acara. Gue ga tau pastinya acara apa yang pasti ada Liong Dance dan Barognsai segala. Jadilah gue ngendon sebentar di depan kuil tersebut secara jarang-jarang gue bisa liat Liong Dance walo di Jakarta sekalipun. Liong Dance dan Barongsainya ditarikan oleh anak-anak sekolah. Loncat sana dan sini .. lincah banget. Demi lancarnya acara ini polisi setempat menutup jalan yang menuju ke arah Kuil. Sepertinya Chinese Temple adalah satu-satunya yang ada di Brunei. Berhubung Kuil ini penuh banget dengan orang-orang yang sedang ber-acara, gue harus puas nonton dari luar kuil.

Tamu Kianggeh (Pasar Kianggeh)
Buat gue pasar Kianggeh ini adalah pasar tradisional paling bersih dan tidak bau yang pernah gue datengin. Tidak sepertinya layaknya pasar-pasar yang selalu ruammmeeee, beririk dan jorok, pasar Kianggeh ni sepi. Pengunjungnya bisa dihitung pakai jari. Atau mungkin karena hari ini adalah hari Kamis. Karena pasar biasanya ramai pada hari Jumat dan Minggu. Jualannya dari mulai buah, sayuran, ikan dll. Pokoknya ga jauh beda dengan pasar-pasar di Indonesia. Ini adalah pasar tradisional terbesar yang di kota Bandar. Ya secara yeee, penduduknya juga paling cuma puluhan ribu di kota ini :D. Pasar Kianggeh berada persis di tepi sungai Kianggeh yang langsung mengalir ke Sungai Brunei. Selain penduduk sekitar yang belanja, penduduk Kampong Ayer juga belanja ke pasar ini dengan menggunakan taxi perahu.

Dari Pasar Kianggeh, gue lanjut jalan kaki menuju Royal Regalia Museum. Jalan kaki di kota Bandar buat gue sangat menyenangkan karena trotoarnya luas dan sepi. Maksudnya ga ada pedagang hehehehe. Disamping itu kota Bandar udaranya segar, mungkin karena kendaraan bermotor tidak terlalu banyak dan sekitar kota ini masih banyak hutan-hutan yang sangat dijaga. Walaupun cuaca cukup panas tapi tidak angin dingin berhembus jadi cukup nyaman untuk jalan kaki di tengah-tengah kota ini.

Museum Royal Regalia 
Cukup 30 menit jalan kaki (plus foto-foto kiri kanan) gue sudah sampai di Museum Royal Regalia yang adalah rumah dari koleksi barang-barang kesultanan dan kumpulan hadiah-hadiah dari berbagai negara. Kalau mau tau asal-usulnya Kesultanan Brunei, disinilah tempatnya. Dan persis banget seperti yang dibilang Abhu, museumnya sepiiiiii, cuma ada gue aja saat itu yang sedang berkunjung :D. Setelah tas dan semua perabotan lenong di taro di loker (kamera ga boleh dibawa) plus gue harus ganti sepatu dan pakai sendal hotel yang sudah di sediakan sama pihak museum. Oh iya, semua museum yang gue datengin GRATIS.

This museum is very impressive. Di awal gue liat masa2 kecil Sultan Bolkiah sampai dia menjadi Sultan sampai saat sekarang ini. Ada satu ruang khusus yang isinya peralatan yang digunakan pada saat Sultan naik tahta. Dan semua barangnya berlapis emas. Barang-barang ini di taro khusus diruangan kaca dan dijaga oleh satu orang yang gue yakin sebelum gue datang dia pasti ketiduran, soalnya dia langsung kaget liat gue dan berdiri hahahahha. Museum ini mirip2 sama Kraton di Jogja gitu deh. Bedanya yang ini terawat rapih dan bersih banget. Semua tampak teratur dan kaga ada debu cyiiinnnnn.

Selesai dari museum ini, gue kembali ke penginapan untuk check out dan makan siang. Berhubung teman CS gue sibuk kerja dan ga bisa drop pulang terpaksa gue harus berpikir keras untuk gimana caranya bisa ke bandara. Kalo naik taxi harus bayar 25 dolar! Padahal cuma sekitar 15 menit doank. Bisa sih naik bus, cuma bayar 1 dolar ajah, tetapi bus paling akhir itu jam 6 sore sementara jadwal pesawat gue jam 2.30 pagi keesokan harinya. Hedeeuuh PR banget nih kalo musti ngendon di airport 8 jam lebih.

Naik bis di Brunei
Anyway... sambil berpikir gimana caranya ke airport, gue lanjut ke Museum Brunei. Kalau sebelumnya semua spot yg gue datangin dengan berjalan kaki, kali ini gue harus menggunakan bis. Terminal bis di Bandar kecil banget, tapi tidak kumuh, nggak bau dan sangat bersih. Mungkin karna hampir rata2 penduduk Brunei memiliki mobil jadi bisnya nggak banyak. Tarif bis jauh dekat itu 1 dolar. Dan biasanya yang naik bis itu para imigran dan turis seperti gue ini :D. Kondisi bisnya sedikit agak tua tapi masih terawat dengan baik dan ber AC! Di Bandar bisa dipastikan tidak ada macet karena emang mobilnya sendiri nggak banyak, ga ada angkot ngetem dan dipastikan gue ga liat motor selama disana. Menurut penduduk sekitar motor di Brunei biasanya jenis-jenis moge gitu deh.

Museum Brunei
Jarak Museum Brunei dari pusat kota itu sekitar 4 km sedikit aga keluar dari kota Bandar. Keknya gue baru duduk di bis 10 menit kemudian gue udah sampai di Museum. Taraaaaaa! Sepi aja gituh :D. Dan lagi-lagi hanya gue aja pengunjung yang pada saat itu. Tas, kamera dll di taro ke loker dan gue langsung menuju ke museum.
Tampak depan Museum Brunei
Di museum ini ada sekitar 6 section tapi yang buka saat itu hanya 3 section yaitu section Islamic Art Gallery yang merupakan adalah koleksi Sultan, ke 2 tentang minyak dan gas dan satu lagi tentang satwa yang ada di Brunei. Section Islamic Art Gallery ini mengingatkan gue dengan Musuem di Tengah Kebun di Jakarta. Bedanya kalau MTK di atur "semau yang punya" dan semuanya koleksi beragam jenis dari berbagai negara kalau yang di Brunei hanya dari Peradaban Islam. Gag heran begitu masuk ke section ini aga bau-baru barang-barang kuno, dan gue aga bingung juga kenapa gelap -_-.

Di section Oil & Gas ini ditunjukkan bagaimana negara ini mengeksplor kekayaan yang mereka punya demi kesejahteraan rakyatnya bekerja sama dengan salah satu perusahaan minyak terkemuka di dunia.Bagaimana awal mula mereka mengelola minyak dan gas yang mereka miliki sampai kepada teknologi yang mereka gunakan. Buat gue tempat ini sangat informative.

Gue kembali ke kota Bandar dengan menggunakan bus dan karena waktu masih tersisa banyak, gue memutusan untuk tour ke Kampong Ayer. Masih ga tau dimana gue akan mencari perahu taxi dan gue kemudian berjalan menuju ke Waterfront sungai Brunei sambil melihat-lihat. Ga sampe 5 menit gue nongkrong ada suami istri yang nyamperin untuk ikutan tour Kampong Ayer mereka. Gue tau kalo tour ini aga mahal but lucky me gue dapet harga yang murah, hanya 15 dolar saja yang biasanya 30 dolar untuk 1 jam perjalanan (Menurut info yang gue baca).

Kampong Ayer & Sungai Brunei
Kampong Ayer sendiri artinya water village atau kampung di atas air dengan penduduk kurang lebih sekitar 30.000 jiwa. Walaupun tinggal di atas air tapi rumah-rumah yang ada disini besar-besar dan mereka hidup berkecukupan secara yah negara kaya gituh. Jalan penghubung dari satu rumah ke rumah yang lain adalah melalui jembatan kayu yang dibuat dengan rapih. Kalo di trip advisor bilangnya The Venice of Brunei which aga lebay sih menurut gue hehehehe, tapi buat gue Kampong Ayer ini cukup menarik untuk di jelajahin.
Kampong Ayer

Untuk transportasi hampir setiap keluarga yang tinggal di Kampong Ayer punya satu perahu untuk wara wiri ke Bandar atau belanja ke Pasar Kianggeh. Sedangkan untuk anak sekolah, pemerintah menyediakan gratis! sekolahnya ya di atas iar juga. Bensin untuk perahu juga harganya lebih murah dibanding dengan bensin untuk mobil. Di tempat ini juga ada Cultural & Tourism Gallery sebagai pusat informasi. Jadi kalau mau dapetin peta, souvenir berupa pin bisa datang ke tempat ini dan semuanya dikasih gratis!

Entah kenapa tiba-tiba gue diajakin ke hilir sungai Brunei yaitu ke Laut China Selatan, perjalanan sekitar 30 menit dan emang sekalian cari bensin untuk perahu. Sepanjang perjalanan gue banyak ngeliat elang putih dan merah terbang dengan bebas disektiar hutan bakau yang lebat. Sesekali gue juga liat monyet bekantan yang berkeliaran di hutan dan burung King Fisher. It was quite a journey actually, I never expected to see a lot at the first time. Kalau sebelumnya gue ke Museum Brunei lewat bis, ternyata bisa juga dengan menggunakan perahu ini.
Bekantan
The hospitality of Bruneian 
Pada saat gue bingung bagaimana harus ke airport, dua orang suami istri yang kebetulan menjadi tour guide gue ke Kampong Ayer lah yang menawarkan untuk nganterin ke airport.... Akkk, it was such a bless! Setelah tour selesai gue diajak ke Gadong Night Market yang menjual makanan-makanan murah. FYI, di tempat ini cuma untuk jualan bukan tempat makan, karena emang ga ada meja dan kursi disana. Makananya beragam dan rata-rata dijual hanya 1 dolar dan paling mahal sekitar 4 dolar. Setelah selesai beli makanan, gue diajak ke rumah mereka yang gue kaga tau di daerah mana dan beristirahat kemudian di drop ke airport hehehehe. Terharu banget sama kebaikan hati mereka.
Me with Puan Wann, local tour guide
Anyway, ini OOT banget... kedua orang ini mungkin kerjanya hanya jadi tour guide dan supir kapal, tapi mobilnya Hyundai keluaran terbaru dan rumahnya besarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr :p

Jadi itu semua yang gue liat di Brunei, ga banyak sih secara cuma 1 malam doank... so.. the choice is yours to visit this small but very rich country ;).